Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Sabtu, 22 Mei 2010

Latar Belakang Otonomi Daerah

Sentralisasi pelayanan dan pembinaan kepada rakyat tidak mungkin dilakukan dari pusat saja. Oleh karena itu, wilayah Negara dibagi atas daerah besar dan daerah kecil. Untuk keperluan tersebut, diperlukan asas dalam mengelola daerah yang meliputi :

  1. Desentralisasi pelaayanan rakyat /public. Adpun filsafat yang dianut adalah: Pemerintah Daerah ada karena ada rakyat yang harus dilayani. Desentralisasi merupakan power sharing (otonomi formal dan otonomi material). Otonomi daerah bertujuan memudahkan pelayanan kepada rakyat. Oleh karena itu,outputnya hendaknya berupa pemenuhan bahan kebutuhan pokok rakyat-public goods-dan peraturan daerah-public regulation agar rakyat tertib dan adanya kepastian hukum. ,kebijakan desentralisasi mempunyai tujuan politis dan administrasi, tetapi tujuan utamanya adalah pealayanan kepada rakyat.
  2. Dekonsentrasi : diselenggarakan karena tidak semua tugas-tugas teknis pelayanan kepada rakyat dapat diselengarakan dengan baik oleh Pemerintah Daerah (kabupaten/kota). Dekonsentrasi terdiri atas fungsional (kanwil/kandep) dan terintregrasi (kepala wilayah).

Pada kenyataannya, otonomi daerah di Indonesia secara luas tidak/belum pernah terlaksana. Sejak masa penjajahan Belanda, Jepang, dan setelah kemerdekaan otonomi masih dalam bentuk dekonsentrasi.

Di samping system desentralisasi dan dekonsentrasi yang dipergunakan oleh system pemerintahan daerah, juga dikenal tugas bantuan yang dilakukan oelh pemerintah daerah untuk iktu melaksanakan tugas pemerintah pusat atau pemerintah daerah atasannya.

Penyelenggaraan rumah tangga sendiri dilakukan atas dasar inisiatif dan kebijaksanaan sendiri, namun demikian tidak berarti, bahwa penyelenggaraannya terlepas sama sekali dari garis-garis yang telah ditentukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah atasannya. Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah tetap terpelihara dengan melakukan pengawasan untuk mecegah timbulnya perselisihan yang tidak dikehendaki.

Pengawasan preventif merupakan tindakan pencegahan agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap penyelenggaraan urusan rumah tangga sendiri. Pengawasan ini dilakukan dengan memberikan pengesahan lebih dahulu oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah atasannya terhadap suatu peraturan sebelum peraturan itu dilaksanakan oleh pemerintah daerah.

SEJARAH OTONOMI DAERAH

  1. UU No.1 Tahun 1945
  2. UU No. 22 Tahun 1948
  3. UU NO.1 Tahun 1957
  4. UU NO.18 Tahun 1965
  5. UU No. 5 Tahun 1974
  6. UU No.22 Tahun 1999
  7. UU No.25 Tahun 1999
  8. UU NO.32 Tahun 2004

OTONOMI DAERAH DAN DESENTRALISASI

Istilah otonomi daerah dan desentralisasi dalam konteks bahasan system penyelenggaraan pemerintahan sering digunakan secara aduk.

  1. Desentralisasi pada dasarnya mempersoalkan pembagian kewenangan kepada organ-organ penyelenggara Negara, sedangakan otonomi menyangkut hak yang mengikuti pembagian wewenang tersebut.
  2. Otonomi dalam arti sempit dapat diartikan mandiri sedangkan dalam makna luas sebagai berdaya. Jadi otonomi daerah berarti kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.

VISI OTONOMI DAERAH

  1. Politik: Harus dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya Kepala Pemerintahan Daerah yang dipilh secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan yang responsife;
  2. Ekonomi: Terbukanya peluang bagi pemerintah di daerah mengembangkan kebijakan regional dan local untuk mengoptimalkan lpendayagunaan potensi;
  3. Sosial: Menciptkan kemampuan masyarakat untukmerespon dinamika kehidupan di sekitarnya.

KONSEP DASAR OTONOMI DAERAH

  1. Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintahan dalam hubungan domestik kepada daerah;
  2. Penguatan peran DPRD sebagai representasi rakyat local dalam pemilihan dan penetapan Kepala Daerah;
  3. Pembangunan tradisi politik yang lebih sesuai dengan kultur berkualitas tinggi dngan tingkat akseptabilitas yang tinggi pula;
  4. Peningkatan efektifitas fungsi-fungsi pelayanan eksekutif;
  5. Peningkatan efisiensi administrasi keungan daerah;
  6. Pengaturan pembagian sumber-sumber pendapatan daerah;
  7. Pemberian keleluasaan kepala daerah dan optimalisasi upaya pemberdayaan masyarakat.